Senin, 19 Maret 2012

PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI LOMBOK

              Peluang dan tantangan...
IndUstri LombOk.*)
Industri pariwisata saat ini mulai bangkit dari keterpurukan. Di samping jumlah wisatawan yang makin meningkat, saat ini telah terjadi perubahan pola konsumsi dari para wisatawan. Mereka tidak lagi terfokus hanya ingin santai dan menikmati 3 S (sun,sea and sand), namun pola konsumsi mulai berubah ke jenis wisata yang lebih tinggi yakni menikmati produk atau kreasi budaya (culture), peninggalan sejarah (heritage) dan alam (nature) dari suatu daerah atau negara.





Perubahan pola wisata ini perlu segera disikapi dengan berbagai strategi pengembangan produk pariwisata maupun promosi baik dari pemerintah maupun swasta. 

Produk pariwisata yang banyak diminati dan berkembang di masa mendatang salah satunya adalah ekowisata (I Gede Ardika, 2006). Tren ekowisata saat ini semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya manusia yang ingin kembali ke alam (back to nature).
Potensi Wisata Pulau Lombok
Pulau Lombok merupakan salah satu daerah destinasi wisata di Indonesia memiliki keanekagaraman hayati yang sangat tinggi, keunikan dan keaslian budaya tradisional, peninggalan sejarah, bentang alam yang indah, gunung berapi, cagar alam, taman nasional dan pantai berpasir putih, berpeluang besar bagi pengembangan ekowisata (ecotourism) sebagai sumber devisa.

Sebagai modal pengembangan ekowisata, daerah ini memiliki berbagai potensi antara lain: Taman Nasional Gunung Rinjani, terletak di Lombok bagian utara dengan luas area taman 41.330 ha, dan dikelilingi oleh kawasan hutan lindung sekitar 51.500 ha. Keindahan danau Segara Anak seluas 1.156 ha dalam perut gunung Rinjani menyimpan banyak misteri dan mampu menyihir sekitar ribuan wisatawan asing dan domestik setiap tahun untuk mendaki gunung yang berketinggian 3.726 m dari permukaan laut ini. Di sekitar lereng gunung Rinjani terdapat lahan perkebunan dan pertanian yang membentang luas dengan beberapa sumber air terjun yang mempesona. Berbagai jenis flora dan fauna langka dapat dijumpai di sekitar kawasan ini. Tak pelak lagi, gunung Rinjani menjadi incaran pencinta petualangan alam bebas dan memenuhi persyaratan untuk kegiatan ekowisata.




Pemandangan alam yang fantastis dapat ditemukan di kawasan hutan Pusuk. Berlokasi di bukit sebelah timur Malimbu merupakan rumah bagi 2 spesies kera dan strategis untuk kegiatan wisata alam seperti camping, napak tilas menyusuri bukit dan lembah-lembah dengan mata air yang jernih.
Di bagian utara Suranadi terdapat hutan lindung Sesaot. Kawasan ini termasuk area konservasi alam, banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon besar dan memiliki pemandangan alam yang alami serta sumber mata air yang jernih. Tempat ini merupakan habitat bagi kera dan berbagai jenis burung, menjadi pilihan utama bagi para pengunjung untuk jenis wisata alam, haking, dan bersantai sambil menikmati pemandangan hamparan kebun rambutan dan kopi. Tak jauh dari tempat ini terdapat taman Narmada, memiliki keunikan tersendiri sesuai dengan latar belakag sejarah. Taman ini di kelilingi oleh bentang sawah dan kebun buah-buahan penduduk setempat, memenuhi persyaratan untuk kegiatan wisata alam dan budaya.

Kawasan lain yang berpontesi adalah Bangko-Bangko. Berlokasi di ujung barat daya pulau Lombok, tempat ini memiliki hutan alam yang masih perawan dan menjadi rumah bagi sebagian besar flora dan fauna Lombok. Objek wisata Gili Lawang, Sulat, dan Petangan yang berada di timur laut Lombok juga layak untuk dikembangkan karena kawasan ini dihuni oleh berbagai macam kera dan spesies burung langka, hutan bakau (mangrove), terumbu karang yang terhampar luas.
Air terjun Jeruk Manis dan Otak Koko Gading juga sangat berpotensi untuk dikembangkan karena letaknya berdampingan dengan hutan alam. Tidak jauh dari tempat ini, terdapat kawasan wisata Tete Batu. Kawasan ini berlokasi dalam areal lembah gunung Rinjani, memiliki pemandangan yang sangat indah. Berbagai aktifitas ekowisata dapat dilakukan disini, seperti berenang di sungai yang berkelok-kelok dan traking menyusuri kaki gunung Rinjani sambil melihat hamparan tanaman padi dan tembakau penduduk lokal, menjadi kenangan yang tak terlupakan.

Peluang, Tantangan dan Harapan
Dalam pengembangan kegiatan pariwisata alam terdapat peluang dan tantangan, baik berkaitan dengan masalah ekonomi, sosial, maupun lingkungan.

 Secara ekonomi, pengembangan ekowisata dapat memberi keuntungan bagi masyarakat lokal di sekitar lokasi tujuan wisata, menyediakan kesempatan kerja dan mendorong perkembangan usaha-usaha baru. Dengan pengelolaan yang terpadu, ekowisata berpotensi untuk menggerakkan ekonomi nasional dan mensejahterakan masyarakat di sekitar kawasan wisata.
Potensi daerah, pengetahuan operator ekowisata tentang pelestarian lingkungan, partisipasi penduduk lokal, kesadaran wisatawan akan kelestarian lingkungan serta regulasi pengelolaan kawasan ekowisata baik di tingkat daerah, nasional dan internasional adalah faktor yang menentukan keberhasilan ekowisata.
Satu hal yang tidak boleh diabaikan berkaitan dengan ekowisata adalah pelestarian lingkungan dan penghargaan atas budaya setempat. Dalam konteks ini, wisatawan dapat diajak untuk mengunjungi bahkan terlibat dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat setempat, seperti memancing, menumbuk padi, atau membuat barang kerajinan. Donasi dalam bentuk dana yang diberikan oleh wisatawan dapat dikelola dan diarahkan untuk mendorong kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat lokal. Aspek pelestarian lingkungan dan penghargaan atas budaya setempat merupakan bagian dari dampak non ekonomi. Dengan adanya kunjungan wisata dan masukkan unsur pemberdayaan yang tepat, maka pola-pola perilaku negatif seperti penebangan hutan secara liar, perburuan hewan langka, dan pertambangan liar dapat direduksi.
Denyut wisata alam yang makin semarak akan menggembirakan semua pihak. Namun peningkatan industri pariwisata berpotensi terhadap kerusakan alam. Pembukaan daerah rekreasi, wisata alam, wisata bahari dan berbagai wisata minat khusus dan aktifitas wisatawan di laut seperti berperahu, snorkling, diving, dan surfing dapat menyebabkan kerusakan lingkungan pesisir, laut, flora dan fauna yang dapat berakibat buruk bagi keberlangsungan ekosistem setempat seringkali ditimbulkan oleh para wisatawan secara sadar maupun tidak. Langkanya beberapa spesies binatang juga diakibatkan oleh permintaan dan penjualan barang-barang suvenir yang dibuat sesuai dengan keunikan suatu kawasan melalui keunikan benda budaya, flora dan fauna di suatu kawasan konservasi dapat memberikan dampak kepada kerusakan alam.


Dampak yang paling dirasakan oleh masyarakat lokal yang tinggal di suatu kawasan wisata adalah pencemaran lingkungan. Sampah yang ditinggalkan wisatawan, kebutuhan air bersih yang meningkat, kepadatan lalu lintas yang menyebabkan pencemaran/polusi udara dan kebisingan adalah beberapa masalah yang mungkin akan timbul. Pencemaran air semakin meningkat sebagai akibat penggunaan pestisida, pupuk dan bahan kimia lainnya dalam upaya meningkatkan keindahan fasilitas kepariwisataan (hotel, lapangan golf, dan kolam renang).

Dampak negatif ini perlu mendapatkan perhatian khusus dan ditanggulangi oleh stakeholder seperti pemerintah, masyarakat, pelaku bisnis, LSM maupun Lembaga Internasional terkait. Dengan adanya ekowisata diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian alam.
Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan koordinasi, perencanaan, pelaksanaan serta monitoring pengembangan obyek dan daya tarik wisata alam. Sektor swasta juga harus berperan aktif dalam pengembangan ekowisata karena produk ekowisata di tingkat dunia telah berkembang sangat pesat, sementara diversifikasi produk wisata Indonesia berjalan sangat lamban. Lombok sebagai destinasi wisata harus mempunyai komitmen yang kuat untuk menjaga kelestarian alam.


 Dengan bentang alamnya yang indah, keanekaragaman hayati dan budayanya, Lombok dapat menjadi trendsetter dalam pengelolaan ekowisata di Indonesia.
Industri pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tujuan wisata. Model pengembangannya harus ramah lingkungan dan memberdayakan masyarakat lokal secara sosial, ekonomi, dan budaya. Perpaduan antara pemanfaatan dan perbaikan sumber daya alam perlu dipertimbangkan, agar generasi yang akan datang masih dapat merasakan nikmatnya dunia pariwisata Lombok.




Analisis SWOT : Tantangan Menjadikan Bugbug Kawasan Wisata
PDF
Cetak
Surel

Ditulis oleh I Wayan Ardika   
Sabtu, 30 Januari 2010 22:26
 Sesuai Perda No 8 Tahun 2003, yakni penetapan Kawasan Pariwisata Candidasa yang membentang dari Pantai Bias Tugel (Desa Padang Bai) ke arah Timur sampai Pantai Jasri Kelod, sepanjang 24 kilometer dengan kedalaman 1 kilometer dari garis pantai. Luas efektif Kawasan Pariwisata Candidasa adalah 2400 Hektar. Potensi investasi di wilayah ini adalah Pantai Padang Bai, Pantai Buitan - Sengkidu, Pantai Candidasa, Pantai Bias Putih Bugbug. Berkenaan dengan pengembangan Pariwisata di wilayah Bugbug, terlepas setuju atau tidak setuju atas keputusan yang sudah diambil atas dikontrakkannya Kawasan Pantai Bias Putih dan Tempek Nyuh Rawit di kaki Bukit Gumang, dan telah beroperasinya Tambak Udang terbesar di Asia Tenggara yang mengambil lokasi di Pasujan (sisi tenggara kaki Bukit Gumang),


 ada baiknya kita kaji kembali, bagaimana proyek-proyek ini dapat memberikan dampak ikutan yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan Masyarakat Bugbug secara umum.
Desa Pekraman Bugbug tentu telah membentuk sebuah team yang menangani kontrak kerjasama dengan investor. Sebelum keputusan itu diambil barangkali juga telah melaksanakan pengkajian-pengkajian secara mendalam guna mengantisipasi berbagai dampak ikutan baik yang menguntungkan maupun merugikan masyarakat Bugbug itu sendiri.

Bolehlah tulisan ini dapat dianggap sebagai nasikin segara atau ngajahin bebek ngelangi, tak apalah, bila dibilang begitu, anggap saja sebagai sebuah pengayaan atas berbagai pemikiran yang tentu sudah dimiliki oleh para intelektual di internal Prajuru Desa Pekraman Bugbug.  Penulis mencoba membedah dan mengurai berbagai hal menurut cara pandang penulis yang sangat terbatas ini mengenai pengembangan kawasan wisata di Desa Pekraman Bugbug dari sisi Strengthness, Weakness, Opportunity, and Threatness atau lebih dikenal dengan istilah SWOT . Yaitu sebuah cara analisa yang mencoba mengurai suatu keadaan atau permasalahan berdasarkan kelebihan atau kekuatan, kelemahan, kesempatan atau peluang, dan tantangan sehingga didapatkan sebuah perbandingan dan nilai-nilai dominan yang dipakai untuk memetakan suatu keadaan.  Penulis dalam hal ini sengaja tidak memaparkan solusi apa yang bisa dipakai untuk menangani berbagai kelemahan dan tantangan pengembangan kepariwisataan di Bugbug. Tulisan ini diharapkan segera dapat mengidentifikasi berbagai tantangan yang sangat mungkin untuk dihadapi, sehingga pameo disubane keluh mara nyemak sepit tidak terbukti.


STRENGTNESS ( KEKUATAN )
Warisan alam yang mengingatkan para penikmat plesiran kawasan ini mirip Kawasan Kuta tempo dulu, adat-istiadat dan tradisi Bugbug merupakan jaminan bagi setiap wisatawan untuk mengagumi Bugbug. Betapa tidak, hamparan alam yang walau tidak begitu menghijau di musim kemarau, pantai yang putih menawan, upacara adat yang tiada henti, seakan melengkapi detak-detik denyut nadi kehidupan masyarakat Bugbug yang tentu menjadi konsumsi yang menarik orang luar dan wisatawan untuk 'menikmati' Bugbug. Obyek wisata yang menarik : Adanya warisan Pura Puseh yang memiliki keunikan arsitekturnya juga memiliki daya tarik tersendiri (walaupun ada beberapa pula lainnya yang sudah mengalami pemugaran), Candidasa, Pasir Putih, upacara adat hampir sepanjang tahun, sekaha gong dengan seni tabuhnya, seniman tari, sekaha gong wanita, Tari Wali yang dapat disaksikan ketika usaba, keunikan tata ruang palemahan di Bugbug.  Jumlah penduduk dan generasi muda yang boleh dibilang semakin banyak berorientasi untuk menggeluti dunia kerja jasa pelayanan wisata baik untuk komoditi di dalam negeri maupun luar negeri, dapat men-supplay demand akan tenaga kerja dibidangnya pada berbagai jenjang ketenagakerjaan. Adanya dukungan secara hukum dan politik yang kuat dari pemerintahan baik di level desa maupun di atasnya juga merupakan kekuatan tersendiri yang ditandai oleh adanya perda di atas. Bugbug dengan pertanian, perkebunan dan baharinya memiliki asset yang tak ternilai yang dapat dikembangkan sebagai agrowisata, maupun wisata spiritual. Bahkan sebenarnya oleh beberapa hotel di Candidasa, sebenarnya sudah mengemas sedemikian rupa Bugbug ke dalam paket-paket yang mereka jual kepada tamu yang inhouse di hotel itu.  Secara ekonomi Bugbug sebenarnya sudah jauh berkembang walaupun belum sepenuhnya mengandalkan pariwisata sebagai lokomotipnya, hal ini dibuktikan dengan banyaknya berdiri koperasi yang sebenarnya dapat melebarkan sayapnya pada berbagai bidang usaha seperti jasa penyewaan kendaraan, pengelolaan sanggar seni tari dan tabuh, supplier bahan makanan dan minuman, supplier produksi ternak, supplier hasil pertanian dan perkebunan maupun sebagai penyedia atau vendor lainnya.
                                      
WEAKNESS ( KELEMAHAN )
Walau kebersihan secara umum sudah jauh sangat bagus, tetapi pada beberapa areal publik belum sepenuhnya warga menyadari kebersihan, kebersihan di Pamuduan, penataan pedagang di Sanghyang Ambu dan Bale Bengong (Rest area), kebersihan pasar desa adat, yang sebenarnya dapat menjadi daya tarik.  Kekhawatiran akan tergerusnya wilayah terbuka hijau (yang sebenarnya dapat menjadi daya tarik) di wilayah desa akibat membludaknya kebutuhan akan pemukiman, Jarak tempuh dari Bandara yang sedemikian rupa yang notabene dianggap sebagai jalur kering bagi pelaku pariwisata yang hanya berorientasi keuntungan mereka sendiri saja, tanpa adanya niatan yang tulus dan ikhlas untuk bersama-sama melakukan pengembangan suatu kawasan.  Belum memadainya ketersediaan akan air bersih yang dapat men-supplay kebutuhan domestik masyarakat Bugbug maupun kebutuhan pariwisata dan industri. Apakah keberadaan mata air di Telaga Kauh akan dimanfaatkan untuk men-supplay kebutuhan ini ? Tidak banyak yang tahu. Atau akankah investor dengan investasinya secara simultan juga akan mengembangkan teknologi penyulingan air laut menjadi air layak minum, juga tidak dapat diketahui secara pasti. Secara arsitektural keunikan palemahan Desa Adat Bugbug, yang dicirikan pada bangunan angkul-angkul sebagai ciri khas Bugbugan (termasuk di Prasi dan Timbrah) sudah semakin pudar. Ciri khas itu hanya dimiliki oleh keluarga di sebelah timur Pura Pasek dan sebagiannya lagi masih bisa dijumpai di Desa Perasi, yang lain sudah terlanjur mengikuti zaman. Takut dibilang kuno mungkin yah ..




OPPORTUNITY ( PELUANG )
Pengalaman pengembangan kawasan Wisata Candidasa harusnya menjadi pelajaran yang sangat berharga dalam mengkaji keberadaan proyek pengembangan Pantai Bias Putih sebagai sebuah resort.  Secara ekonomi adanya persaingan yang tidak sehat antar pelaku pariwisata di area itu meruntuhkan image atau pencintraan kawasan ini sebagai kawasan wisata. Disinilah dilema pengembangan pariwisata berbasis kerakyatan (integrated  development) dan berbasis exclusive (enclave development). Pertanyaanya ; apakah kawasan Pantai Bias Putih ini akan dikembangkan secara integrated development atau enclave development ?. Apakah pengembangan model Amankila Hotel yang memiliki jaringan pemasaran dunia (yang melibatan masyarakat sekitar dalam operasional hotel dalam jumlah terbatas dan multiflier effect yang terbatas pula), ataukah akan melanjutkan pola pengembangan ala Candidasa yang seolah tidak terkoordinasi dan terkesan jauh dari penataan profesional yang dibuktikan dengan kumuhnya areal reklamasi yang sedikitpun tidak mengesankan itu adalah obyek wisata. Labuhan Amuk yang sudah ditetapkan sebagai pelabuhan kapal pesiar yang hanya berjarak 30 menit dari Bugbug, banyak kalangan berharap adalah merupakan kesempatan yang baik untuk “menjual” Bugbug termasuk berbagai fasilitas wisata yang disediakan di Bugbug dan sekitarnya.  Hanya saja bagaimana para pelaku pariwisata dapat dengan bijaksana tidak hanya menjual Bali Tengahan dan Selatan dalam kunjungannya, tapi juga dapat berkunjung secara penuh ke kawasan ini dengan berbagai kreasi yang dapat membuat kawasan ini juga mendatangkan keuntungan bagi seluruh stakeholders yang terlibat di dalamnya. Dilihat dari sisi accessibility, posisi Desa Pekraman Bugbug dengan kawasan Candidasanya masih lebih baik dibandingkan dengan kawasan Amed yang jaraknya kurang lebih 3 jam dari pusat pariwisata. Terumbu karang di kawasan Candi dasa yang tergerus akibat penambangan liar maupun abrasi di masa lampau harusnya dapat dikembalikan lagi dengan cara menanam terumbu karang baru dengan cara melakukan penanaman koral sebagaimana dilakukan di kawasan pantai di Bali Utara.

THREATHNESS ( ANCAMAN )
Tantangan yang menghadang di depan adalah bagaimana Desa Pekraman sebagai institusi dapat menjadi jembatan dan memiliki bargaining position dalam penyediaan sumber daya manusia, logistik, maupun sumber daya ekonomi lainnya. Bagaimana Desa Pekraman dapat meyakinkan komitmen investor menjabarkan multiflier effect positif bagi masyarakat Bugbug dalam pelestarian dan pengembangan seni, budaya dan tradisi Bugbug ?. Bagaimana investor dapat mewujudkan CSR (Company Social Responsibility)-nya kepada masyarakat Bugbug yang menjadi salah satu stakeholder atas kawasan itu.  Tantangan yang lebih hebat bukan hanya datang dari luar wilayah Desa Pekraman  Bugbug, seperti akan diserbunya Bugbug oleh penduduk pendatang, tetapi justru datang dari dalam wilayah sendiri.  Sebagaimana pengalaman-pengalaman desa lain yang sudah terlebih dahulu mengembangkan pariwisata di wilayahnya, berbagai konflik kepentingan kerapkali terjadi sehubungan dengan perbatasan wilayah maupun banjar yang ujung-ujungnya akibat dari tingginya orientasi materi dan uang yang melunturkan semangat menyama braya dan salunglung sabayantaka. Dalam konteks Bugbug potensi konflik perbatasan Bugbug dan Prasi layak untuk diantisipasi.  Dalam skala yang lebih kecil, secara phsikologis pengembangan pariwisata dapat merubah orientasi masyarakat sekitar yang sebelumnya memiliki ikatan sosio religius yang kuat menjadi berorientasi materi dan mendewakan uang.  Pemerkosaan terhadap alam dan lingkungan yang dapat menurunkan daya dukung lingkungan pada berbagai kasus juga tidak dapat dihindarkan. Pembuldoseran sisi barat Bukit Asah entah untuk peruntukan apa, dan dibangunnya villa di Tempek Nyuh Rawit Samuh, belum-belum sudah mengundang polemik. Terjadinya degradasi kualitas lingkungan akibat pengelolaan limbah yang tidak bertanggung jawab, maupun terkontaminasinya kawasan-kawasan suci yang seharusnya dilindungi juga sangat sulit untuk dihindarkan.  Seorang pejabat berwenang dalam sebuah pernyataan di Bisnis Bali pernah mengutarakan tidak akan mempromosikan dan tidak akan menjadikan Gumang sebagai obyek wisata, tapi pada kenyataannya oleh beberapa hotel di Candidasa Bukit Gumang dijadikan salah satu jujugan jalur trekking bersamaan dengan Tenganan dan Kastala, dapatkah kita membendung dan berusaha konsisten dengan situasi ini ?.  Pada berbagai kejadian, terpinggirkannya masyarakat sekitar dari hiruk pikuk gemerincing pariwisata yang memaksa mereka hanya menjadi penonton yang baik layaknya “tikus mati di lumbung padi”, coba tanyakan berapa persenkah warga Bugbug yang terlibat langsung dalam geliat pariwisata di Candidasa ?, berapa besarkah prosentase kontribusi stakeholders pariwisata di Candidasa bagi pengembangan ekonomi yang bisa dinikmati langsung oleh masyarakat Bugbug ?.  Tantangan yang paling menyedihkan adalah terkendalanya atau bahkan tertutupnya akses-akses menuju kawasan tujuan ritual yang sudah terlanjur dikuasai oleh investor yang notabene memiliki hak penuh atas wilayah itu termasuk membatasi atau bahkan membunuh hak-hak masyarakat dalam melangsungkan kegiatan ritualnya.
Di banyak kawasan tejadi konflik horizontal maupun vertikal, akibat terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial diantara para stakeholder yang berada pada inner pengelola kawasan (yang terkadang mengambil keuntungan berlebih untuk tidak mengatakannya serakah) dengan mereka yang merasa terpinggirkan dari hingar bingar gemerincing dollar pariwisata.
Sebagai kawasan yang mengandalkan alam sebagai daya tarik dalam hal ini pertanian, perkebunan dan baharinya, adakah kalangan generasi muda kita yang mau menekuni mata pencaharian di bidang ini guna menyokong keberlangsungan hidup sektor pertanian, perkebunan dan bahari ini ?.
Pada beberapa kawasan wisata seperti Besakih, Bukit Jambul, Bukit Putung, Sibetan, Amed, Tirta Gangga, Taman Sukasada Ujung, Candidasa, dan Padang Bai, sangat terlihat sekali bahwa pemerintah sebagai stakeholder setengah-setengah dalam mengelola kawasan yang sudah terbangun.  Memulai mungkin mudah, tetapi bagaimana dapat meneruskannya sehingga menjadi berkesinambungan bukanlah pekerjaan yang gampang. Setelah kawasan itu ditata dan ditetapkan sebagai obyek wisata, ternyata kegiatan pemeliharaan obyek sebagai produk menyangkut kebersihan maupun sikap mental masyarakat sekitar sangatlah jauh dari yang diharapkan.  Lihatlah bagaimana obyek wisata Besakih pernah diboikot oleh pelaku pariwisata akibat ulah guide lokal yang nakal. Penulis pernah menghadiri rapat dengan Bupati yang saat itu dihadiri pula oleh salah seorang anggota DPRD perwakilan setempat, solusi yang disampaikan begitu ideal, tetapi sangat lemah dalam implementasi, diakibatkan oleh slogan sapta pesona hanyalah pemanis bibir yang tidak membumi di kalangan masyarakat.  Tiadanya keuntungan langsung yang dirasakan masyarakat juga menjadi peletup ketidakpedulian masyarakat dalam pengembangan pariwisata di wilayahnya.  Begitu pula dengan kawasan Iseh dan Putung yang didengung-dengungkan menjadi kawasan wisata spiritual, tetapi dikeluhkan oleh salah seorang anggota DPRDnya yang konon sepi dari kunjungan. Mangkraknya beberapa hotel di kawasan Candidasa yang berubah menjadi kos-kosan dan menjadi rumah hantu alangkah baiknya juga diambil hikmahnya.
Yaaah…, jangan sampai kita hanya pandai membuat, tapi tidak mampu memeliharanya. Seperti halnya, kita hanya bisa merasakan nikmatnya menghamili istri kita dan melahirkan anak dari rahimnya, tapi ternyata tidak mampu untuk mendidik, membimbing dan membesarkannya secara baik.
Oleh : I Wayan Ardika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar